Balada Pria di Transportasi Publik




Ketika seorang pria menggunakan transportasi publik, dia tidak mempunyai hak atas tepat duduk. Hal ini dikarenakan sistem telah membentuk satu komponen prioritas, yaitu wanita. Saya tidak tahu, apakah ini hanya terjadi di Indonesia atau terjadi di negara berkembang lainnya, atau bahkan hal ini terjadi di negara maju.

Secara aturan, terdapat empat orang prioritas yang wajib diberikan tempat duduk di transportasi publik, yaitu lansia, difabel, ibu yang sedang hamil, dan ibu yang menggendong anak. Namun, sistem membentuk satu komponen lagi dalam deretan prioritas, yaitu wanita.

Saya tidak bermaksud men-diskredit-kan wanita. Tapi kenyataanya, wanita seolah-olah menjadi jajaran dalam daftar prioritas. Contoh riilnya adalah seperti kejadian yang saya alami sendiri di KRL. Ketika saya naik KRL, saya mendapati tempat duduk kosong tanpa berebut, saat itu kondisi kereta lengang. Tidak ada lagi tempat duduk kosong dan ada beberapa penumpang yang berdiri di dekat pintu. Di stasiun berikutnya masuklah beberapa orang penumpang, salah satunya adalah seorang wanita pekerja sekitar umum 30 tahunan. Dia berdiri di depan saya. Saya sangat merasa kalau wanita ini memberikan isyarat bahwa dia ingin duduk. Tapi saya tidak beranjak, toh dia wanita muda dan bukan prioritas. Jikalau dia sedang hamil, pasti dia bilang atau dia berjalan menuju kursi prioritas di ujung gerbong. Dia menatap saya lama dan setelah dia tidak berhasil, dia berjalan menuju ujung gerbong dan berdiri di depan seorang pria. Tak kuat, akhirnya pria itu berdiri dan memberikan kursi pada wanita tersebut.

Contoh riil kedua adalah ketika saya sedang naik bus TransJakarta. Pada saat itu, penumpang cukup ramai dan saya pun berdiri. Ketika bus berhenti, ada beberapa penumpang yang turun. Ketika bus berjalan kembali, tiba-tiba terjadilah keributan di kursi bagian belakang. Seorang pria dan seorang wanita berebut satu kursi kosong. Seorang pria bersitegas bahwa dia yang berhak memperoleh kursi tersebut karena dia lebih tua sedangkan seorang wanita bersitegas bahwa dia yang berhak memperoleh kursi tersebut karena dia seorang wanita. Para penumpang yang duduk di bagian belakang hanya melerai dan memanggil petugas. Sang petugas pun akhirnya hanya melerai tanpa memberikan solusi karena dia pun serba salah jika membela salah satu pihak. Salah satu penumpang mencoba menyelesaikan masalah dengan keputusan "...Bapak ngalah aja karena Bapak laki-laki...". Salah satu penumpang lainnya akhirnya berdiri dan memberikan tempat duduknya.

Sistem seperti ini dapat membuat partisipasi pria dalam menggunakan transportasi publik menjadi rendah. Hal ini dapat meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi. Saya memang belum melakukan survei tentang hal ini. Tapi beberapa kali saya mengamati, hal tersebut memang terbukti. Saat saya menggunakan angkutan kota di Bandung, Jakarta, dan Tangerang, hampir 90% penumpangnya adalah wanita. Begitu pula ketika saya menggunakan kendaraan bermotor, hampir 90% yang menggunakan kendaraan bermotor adalah seorang pria. Apakah penggunaan kendaraan bermotor tidak hanya dipengaruhi oleh prinsip efisiensi atau adakah tekanan di transportasi publik karena 'sistem' ini? 

Setelah lama menggunakan kendaraan pribadi, akhirnya saya menggunakan transportasi publik kembali. Di masa-masa sekarang ini, tekanan publik akan sistem tersebut jauh lebih mencekam. Hal ini bisa terjadi jika saya tetap idealis hanya akan memberikan kursi pada 4 prioritas dan tidak memberikan pada wanita sehat. Bisa saja ada yang merekam kemudian diunggah ke dunia maya dan menjadi viral. Hujatan netizen bisa saja melayang ke saya dan menjadi pisau belati yang mematikan.

Ancaman agen-agen lambe turah ini juga sangat mengancam kita semua. Seperti contoh, seorang wanita muda sedang duduk di kursi KRL. Tiba-tiba ada wanita tua yang berdiri dihadapannya. Wanita muda itu menawari wanita tua itu untuk duduk, namun wanita tua itu menolak dengan alasan sudah terlalu lama duduk dan ingin berdiri. Wanita muda tersebut, akhirnya meninggalkan kursinya dan pindah ke gerbong lain. Hal ini tentu merupakan langkah yang tepat karena hengpong jadul bisa saja merekam dan memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Sistem ini juga mengajari pria untuk melakukan taktik baru, yaitu pura-pura tidur. Duduk di kursi dan dalam dua detik langsung tidur. Dibangunkan pun tidak akan bangun karena memang pura-pura. Tentu ini adalah sikap yang sangat salah untuk menghindari tekanan. Keburukan tidak boleh dibalas dengan keburukan.

Memang tidak sedikit wanita yang menolak sistem tersebut. Namun, jauh lebih banyak wanita yang merasa diuntungkan dengan sistem tersebut bahkan banyak pria yang tunduk pada sistem tersebut. Kita sadar bahwa pola pikir masyarakat masih terbelakang tapi kita bisa mengubahnya dengan kesadaran kita sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Pilihan Jalan

Hari Terakhir Penggunaan Otem

Operasi Gigi Geraham Bungsu RSKGM FKG UI