Rabu, 06 November 2019

Lika-liku Hutang Piutang


Cerita tentang tukang hutang memang tidak pernah ada habisnya. Ada saja berbagai cerita yang saya dengar dan semakin memperkuat keyakinan untuk tidak memberikan hutang kepada siapapun tanpa terkecuali.

Apakah keluarga inti dikecualikan? Tidak! Untuk keluarga inti tidak perlu dihutangi, berikan saja langsung tanpa minta untuk dikembalikan.

Meminjam kepada teman memang menjadi pilihan banyak orang. Sudah jelas tanpa ada bunga, jaminan, dan jatuh tempo. Bilapun ada janji waktu pelunasan, tapi masih bisa dinego dengan "pertemanan". Tidak ada jaminan semakin meningkatkan potensi untuk kabur. Jadi, risiko terbesar adalah bagi pemberi pinjaman. 

Berbeda bila kita meminjam dengan keluarga. Walaupun sama tanpa ada bunga, jaminan, dan jatuh tempo, tapi secara langsung nama keluarga menjadi jaminan. Sekalinya peminjam kabur, pemberi pinjaman dapat menagih ke keluarganya terdekat. Upaya peminjam untuk kabur sangatlah sulit.

Kadang kitapun tak tega melihat teman atau sahabat sendiri yang benar-benar sedang mengalami kesulitan keuangan. Namun sesulit apapun yang terlihat, lebih baik tidak. Beberapa pengalaman membuktikan, teman yang bilangnya membutuhkan uang untuk makan atau motornya rusak, tapi tidak digunakan untuk urgensinya tersebut. Mereka pernah kepergok sedang makan di tempat mewah atau berada di diskotik pada hari yang sama mereka meminjam uang.

Hal ini juga sama seperti cerita PNS yang dicor di makam oleh seorang temannya yang honorer. Setelah sang PNS itu menagih hutang si honorer yang meminjam uang untuk membeli mobil di sebuah lelang. Mobilnya tidak ada karena uangnya dipakai untuk foya-foya.

Tapi bagaimana kalau sudah terlanjur meminjamkan uang? Sebesar apapun, coba ikhlaskan dan jadikan pelajaran untuk tidak pernah untuk meminjamkan uang lagi. Hal ini pernah terjadi juga pada saya. Seorang teman SMA yang sudah lama tidak berhubungan, tiba-tiba menghubungi lewat Facebook. Saya balas 3 hari sekalipun dia tetap menghubungi saya untuk meminjam uang. Karena atas dasar kasihan, saya beri pinjam sebesar 200 ribu. Sudah hampir 2 bulan tidak dikembalikan dan dia tidak pernah mengontak saya lagi. Saya ikhlaskan karena setelah lulus SMA dia hidupnya cukup susah.

Kejadian serupa pernah terjadi pada teman saya. Dia meminjamkan uang pada temannya hingga sejumlah jutaan rupiah. Namun ketika ditagih si peminjam jauh lebih galak, ngata-ngatain miskin dan tidak sabaran. Ketika dinasihati dengan agama dan akhiratpun tidak mempan. Saya beri nasihat untuk diikhlaskan, tapi pemberi pinjaman sepertinya tidak ikhlas karena jumlahnya yang besar dan dia merasa kerja kerasnya sangat tidak dihargai.

Namun, ada pula teman saya yang memberi pinjaman dan mencoba ikhlas tidak dibayar setelah saya sarankan untuk ikhlas. Saya tidak mau membuat teman saya ini menyesal karena telah memberikan pinjaman tapi lebih menyarakan untuk ikhlas dan tidak akan pernah meminjamkan uang lagi. Kasusnya adalah teman kerjanya meminjam uang sebesar 1 juta untuk makan. Karena makan adalah kebutuhan utama, otomatis teman saya iba dan memberikan pinjaman. Setelah memperoleh banyak info yang beredar, ternyata si peminjam adalah si tukang hutang. Banyak kredit yang dia ambil. Salah satunya adalah kredit mobil untuk orang tuanya. Apakah harus membeli barang mewah untuk membahagiakan orang tua sedangkan kita sendiri harus pinjam sana-sini untuk barang pokok?

Saya pun pernah meminjam uang yang cukup besar pada teman dan itu adalah yang pertama dan terakhir kalinya. Pada saat itu, ponsel saya rusak dan harus membeli yang baru. Saya belum berpenghasilan tapi sangat membutuhkan ponsel. Iseng-iseng saya pinjam uang pada teman sebesar 2 juta. Dipinjemi tapi dia ngomel-ngomel karena jumlah uang saya pinjem menurutnya terlalu besar. Setelah membeli ponsel seharga 2 juta saya sangat merasa tidak nyaman. Saya menjanjikan untuk membayar minggu depan. Ada ancaman pada saat itu. Akhirnya saya bilang ke orang tua dan meminjam uang untuk membayar hutang pada teman. Minggu depannya orang tua meminjamkan uang cash pada saya. Tanpa pikir panjang saya berikan uang tersebut untuk membayar hutang. Semenjak itu saya tidak pernah mau meminjam uang pada teman lagi.

Meminjam uang tanpa bunga, jaminan, dan jatuh tempo itu berlaku pada orang tua. Tanpa menjanjikan waktunya kapan, saya hanya bilang akan membayar pada saat honor kerjaan cair. Dua bulan kemudian honor kerjaan cair dan saya langsung membayarnya.

Sedekat apapun kita pada teman jangan pernah sekalipun meminjamkan uang. Karena uang itu candu, sekalinya minjam pasti akan keterusan dan semakin sulit ditagih. Semakin keras menagih, si peminjam akan jauh lebih keras untuk tidakau membayar. Jangan pernah ada rasa kasihan untuk itu. Jika alasannya untuk makan, lebih baik ajak makan bareng dan bayari. Jangan pernah berikan uang tunai. Belum tentu penggunaannya sesuai dengan urgensi. Apabila terlanjur, silahkan coba untuk mengikhlaskan dan berdoa untuk memperoleh penggantinya yang lebih baik lagi.

Budayakan pula menabung. Saat kita butuh uang secara mendesak, kita punya cadangan. Jika tidak, pilihlah keluarga inti untuk dipinjami, tapi tetap harus dibayar ya. Dilihat sisi positifnya, meminjam pada bank juga adalah salah satu yang tepat. Setidaknya ada jatuh tempo kapan kita membayar yang membuat kita patuh dan tidak terlena dengan uang yang kita pinjam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku berjudul  Intercultural Communication , jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepa...