Kamis, 14 April 2022

Perjalanan Koordinasi Implementasi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD)

Melanjutkan tulisan sebelumnya, Mari Mengenal Satgas P2DD, pada tulisan kali ini aku akan menjabarkan riset kualitatif saya yang berjudul The Journey of Coordination for Implementation of Acceleration and Expansion of Regional Digitalization. Riset ini juga merupakan tanda berakhirnya keterlibatan aku pada kegiatan Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah di tempatku bekerja. Sebagai informasi, riset ini sudah disubmit pada salah satu jurnal nasional terakreditasi Kemendikbud. Namun, karena proses yang cukup lama dan berulang-ulang revisi, sehingga membuat aku menyerah untuk memperjuangkan riset ini terpublish di jurnal. Untuk itu,pokok-pokok riset ini akan dipaparkan di blog ini. Semoga bermanfaat.

Pengembangan teknologi informasi telah masuk pada berbagai sendi kehidupan setiap manusia. Salah satunya pada sistem pembayaran yang mana transaksi keuangan dilakukan secara digital melalui uang elektronik. Pengembangan terus dilakukan, digitalisasi pembayaran tidak hanya untuk aktivitas jual beli saja, tetapi masuk dalam pemerintahan. Inisiasi untuk mendigitalkan transaksi pemerintah daerah khususnya pendapatan dimulai sejak tahun 2018. Dari hasil pilot project di beberapa daerah, ternyata digitalisasi transaksi pendapatan daerah mampu meningkatkan pendapatan daerah 100-200%. Hal ini dikarenakan praktik-praktik kecurangan yang biasa terjadi pada pemungutan pajak dan retribusi di daerah dihilangkan karena setiap transaksi tercatat secara digital. Berdasarkan hal tersebut, munculah inisiasi untuk melaksanakan Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) pada tahun 2019. P2DD merupakan cita-cita luhur untuk menjadikan seluruh daerah di Indonesia berstatus digital meskipun untuk tahap awal ini, P2DD berfokus pada digitalisasi transaksi pendatan daerah.

Pada tahun 2020, tim pusat P2DD terbentuk dengan nama Kelompok Kerja Nasional Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Pokjanas P2DD). Pada saat itu, Pokjanas P2DD beranggotakan lima pimpinan kementerian/lembaga, yaitu Menko Perekonomian, Mendagri, Gubernur BI, Menkeu, dan Menkominfo.Kelima pimpinan kementerian/lembaga tersebut bersepakat dan menandatangani Nota Kesepahaman pada Februari 2020 lalu. Setelah penandatangan tersebut, Pokjanas P2DD bergerak cepat dengan menyusun program kerja di tahun 2020. Sayangnya, program kerja tersebut tidak dapat terlaksana secara maksimal karena terjadi pandemi Covid-19. Fokus setiap anggota Pokjanas P2DD pun pada umumnya lebih ke penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang diprioritaskan instansinya masing-masing. Walaupun dengan keterbatasan yang ada, kegiatan yang masih dapat terlaksana adalah pembahasan dasark hukum P2DD dan sosialisasi mengenai transaksi non-tunai dan pembentukan Pokjanas P2DD.

Untuk memperkuat dasar hukum pelaksanaan P2DD, maka perlu adanya dasar hukum terkait keanggotaan P2DD. Seiring berjalannya waktu, terdapat berbagai masukan dalam perjalanan P2DD, diantaranya adalah perubahan nama dari Pokjanas P2DD menjadi Satuan Tugas P2DD (Satgas P2DD) dan penambahan anggota, yaitu Mensesneg, MenPANRB, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Dasar hukum tersebut berhasil ditetapkan pada Maret 2021, yaitu Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2021 tentang Satgas P2DD. Keppres tersebut menjelaskan tentang keanggotaan Satgas P2DD, tugas, amanat implementasi P2DD di daerah, rincian keangotaan Satgas P2DD dijabarkan dalan Kepmenko Perekonomian, dan implementasi P2DD dijabarkan dalam Permendagri.

Tahun 2021 merupakan tahun yang cukup progresif. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut, berhasil menerbitkan dua peraturan turunan dari Keppres Nomor 3 Tahun 2021, yaitu Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 147 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2021. Lengkapnya regulasi tersebut membuat implementasi di daerah dapat mudah dilaksanakan. Pada tahun tersebut juga, cukup gencar sosialisasi regulasi agar pemerintah dapat bergerak dalam P2DD.

Tentunya Pemda tidak akan memperoleh kehampaan dalam melaksanakan P2DD. P2DD ini akan dijadikan ajang championship bagi Pemda yang mampu mengimplementasi P2DD dan mampu mencapai tahap digital. Hingga akhir tahun 2021, perumusan kriteria championship masih terus dilakukan. Ajaibnya, antusiasme Pemda dalam implementasi P2DD sangat tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari asesmen yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (Indeks ETPD). Dari hasil asesmen yang dilakukan pada April 2021 dan Juli 2021, terjadi pertumbuhan jumlah Pemda di level Digital dan Maju, pengurangan di level Berkembang, dan kontan di level Inisiasi.

Dari riset ini didapatkan bahwa perjalanan P2DD cukup progresif khususnya terkait kegiatan dan output utama. Banyak program kerja yang direncakan tidak terlaksana dengan baik karena terjadinya Covid-19. Selain karena fokus dari anggota Satgas P2DD berubah, pembatasan aktivitas pun menjadi kendala yang signifikan. Namun pada tahun 2021, ketika memasuki masa new normal, berbagai program kerja yang tidak terlaksana di tahun 2020 mulai dikebut dan dilaksanakan. Adanya manajemen strategi dan koordinasi yang baik dalam anggota Satgas menjadi kunci utama dalam perencanaan dan pelaksanan program kerja. Bagaimana mengupayakan program kerja dapat terlaksana dengan baik meskipun terjadi gangguan tak terduga. Hal tersebut membutuhkan komitmen yang kuat antar-anggota Satgas P2DD dalam melaksanakan implementasi P2DD.

Rabu, 13 April 2022

Review Buku: Fiqih ASN dan Karyawan





Saat berbincang-bincang di kantin sebelum memasuki bulan Ramadhan, salah seorang rekan kerjaku  menceritakan tentang fiqih hutang piutang hasil kajian yang ia ikuti beberapa waktu lalu. Dari ceritanya, aku tiba-tiba tertarik untuk mencari tahu tentang fiqih lainnya. Sehubungan saat ini aku merasa ada ketidakberesan dalam unit kerja yang membuat ingin keluar dari unit kerja tersebut, aku terpikirkan untuk mencari tahu mengenai fiqih dalam menjalankan pekerjaan. Iseng membuka Play Books di ponsel, aku menemukan buku yang sesuai dengan rasa keingintahuanku, yaitu Fiqih ASN dan Karyawan.

Buku karya Ammi Nur Baits ini mengundang selera aku untuk membacanya. Judul yang lugas dan to the point adalah salah satu alasannya. Tentunya ada harapan bisa menjadi pegawai yang lebih baik dan bisa melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin tanpa bertentangan dengan aturan Allah swt.

Sedikit flashback, aku sempat mengalami stres yang cukup berat karena beban pekerjaan yang tinggi namun tidak ada value yang bisa aku dapatkan, khususnya terkait pengembangan diri. Kondisi tersebut sempat aku ceritakan pula pada tulisan Quarter Life Crisis: Apakah Aku Sedang Mengalaminya? Seiring berjalannya waktu, aku mampu mengatasinya. Selain itu pula, terdapat keputusan perubahan substansi yang saya pegang meskipun aku masih berada dalam unit yang sama. Namun, keinginan untuk pindah unit masih ada. Tujuannya satu, untuk menghindari kezaliman yang terjadi di dalam unit kerja. Saat ini, rasa stres ini kembali muncul, terutama setelah kezaliman yang rasakan dirasakan juga oleh orang lain dengan bukti-bukti yang valid, memperkuat pernyataan aku terkait kondisi unit kerja.

Buku ini dikemas secara simpel dengan cover berlatar belakang putih dengan gambar kerah baju dengan dasi, judul buku, dan nama penulis, serta bagian pojok kanan atas terdapat logo penerbit. Buku ini terdiri dari 30 bab yang menjelaskan secara detil setiap babnya dengan disertai dalilnya. Aku akan membaginya menjadi beberapa bagian besar secara ringkas.

INGAT AKHIRAT

Pada bagian awal, penulis, Ammi Nur Baits mengingatkan agar selalu mengingat akhirat. Apapun yang kita lakukan di dunia, maka akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Apapun yang kita kerjakan di dunia, akan dibalas oleh Allah sekecil apapun itu bentuknya.

Yang halal akan dihisab dan yang haram akan diazab.

Dua hal yang saya rasakan setelah membaca bagian ini, senang dan takut. Senangnya adalah ketika idealisme yang aku pegang serasa dibela. Upaya aku untuk menjauhi kezaliman sudah sangat tepat. Namun, aku pun merasa takut karena idealisme positif aku tidak sepenuhnya bisa terlaksana. Beberapa hal buruk tidak dapat aku hindari, baik itu terpaksa untuk kepentingan pribadi maupun dipaksa untuk kepentingan senior dan pimpinan.

Kita juga diberitahu pemahaman yang salah di masyarakat bahkan sering dilakukan oleh pegawai-pegawai senior, yaitu (1) yang penting shalat dan banyak ibadah membuat keburukan jadi beres; dan (2) yang haram jadi halal jika dizakati. Kedua hal terebut hanya pembelaan diri agar tetap dapat melakukan hal-hal yang haram. Selain itu, kita perlu sadar bahwa ketika kita mendapat bekerjaan, itu berarti kita berakad dengan Allah dan beramah mengerjakan pekerjaan tersebut dengan sebaik mungkin.

HAL-HAL BURUK DALAM BEKERJA

Pada bagian ini kita dijelaskan mengenai hal-hal buruk dalam bekerja, yaitu korupsi, meminta jabatan, menipu saat melamar pekerjaan, sogok, nepotisme, korupsi waktu saat jam kerja, dan penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Selain itu pula, pada bagian ini dijelaskan ciri-ciri pegawai ideal yang bisa menjadi pedomat bagi kita para pegawai atau karyawan.

BENTUK AKAD DENGAN PEGAWAI

Pada bagian ini menjelaskan dalil yang mengatur mengenai jenis-jenis akad bekerja antara perusahaan dengan karyawan/pegawai. Tentunya ada hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bekerja. Hal ini menjadi pembelajaran bagi kita mengenai batasan-batasan dalam bekerja.

PENGHASILAN, HADIAH, DANA PENSIUN, DAN ZAKAT PROFESI

Di bagian terakhir, menjelaskan hak-hak yang didapat oleh seorang pegawai/karyawan, seperti penghasilan, hadiah, dan dan pensiun. Selain itu, seorang pegawai/karyawan juga memiliki kewajiban untuk membayat zakat profesi. 

Setelah membaca buku ini, aku mulai berkaca dan intropeksi diri. Dalam dunia pekerjaan, kezaliman-kezaliman mungkin sering kita lakukan meskipun itu hal-hal yang sangat kecil. Namun, kezaliman tersebut masih bisa dimaafkan asalkan kita bertaubat kepada Allah swt. Seperti halnya, kita memperoleh uang yang bukan hak kita karena tuntutan para pimpinan atau administrasi, bisa kita sedekahkan atas nama negara. Untuk itu, aku akan terus melaksanakan idealisme positif, tentunya karena sadar akan ada petanggungjawaban di masa depan. Meskipun ada pertentangan antara idealisme yang saya pegang dengan sistem yang dibuat oleh para pimpinan.

Menerima atau memberi hadiah diperbolehkan, namun yang perlu diperhatikan adalah tujuannya. Apabila ada kepentingan personal, tentu itu diharamkan dan merupakan bentuk gratifikasi. Sebaiknya memang menghindari segala pemberian. Berdasarkan pengalaman, orang yang punya "maksud" adalah yang selalu meminta pertolongan setelah memberikan sesuatu. Aku pun mulai menjauhi orang-orang seperti itu demi menghindari ketergantungan terhadap hadiah maupun tekanan dari permintaan dari orang-orang tersebut.

Dibalik hak yang kita peroleh, tentu ada kewajiban yang perlu kita lakukan. Kewajiban utama adalah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kapasitas dan perjanjian dalam akad. Di dunia ASN terkadang pekerjaan yang didapat oleh seorang staf lebih besar dari tanggungjawab dan penghasilannya sedangkan pimpinan tidak punya kekuasaan untuk memberikan insentif maupun menaikkan gaji. Hal tersebut dikarena gaji dan tunjangan ASN sudah diatur oleh instansi khusus yang menangani kepegawaian dan aparatur negara. Untuk itu, perlu ada pembatasan diri mengenai pekerjaan. Hal ini juga berpengaruh pada kondisi mental. Hal lainnya yang sangat penting adalah perlu SYUKUR dan SABAR sebagai kunci menjalani rutinitas pekerjaan. Syukur memperoleh pekerjaan dan pendapatan yagng cukup serta sabar dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi. Perlu yakin bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Adil, suatu saat ujian ini akan mendapat berkah dan rejeki dari Allah swt.

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku berjudul  Intercultural Communication , jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepa...