Rabu, 01 Januari 2020

Saling Menghargai Pengguna Jalan Meminimalisir Kecelakaan


Ditabraknya pesepeda dari arah belakang di Jalan Jendral Sudirman Sabtu lalu membuat saya sangat miris. Di luar konteks pelaku penabrakan mengkonsumsi narkotika, sebenarnya ada potensi meminimalisir kecelakaan jika para pengguna tertib dalam menggunakan jalan.

Saya cukup tahu beberapa Non-Government Organization (NGO) berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang humanis. Saran NGO tersebut terbukti dilaksanakan pada masa pemerintahan Anis Baswedan dengan banyaknya perombakan besar di ibukota yang menjadi sorotan. Perubahan tersebut dapat kita lihat seperti pelebaran jalur pedestrian, pembuatan jalur sepeda, penambahan penanda difabel, penggunaan Pelican Crossing dan masih banyak lagi. Perombakan tersebut memang masih jadi pro kontra di masyarakat, terutama terkait bertambahnya kemacetan karena penyempitan jalur kendaraan bermotor untuk memperlebar trotoar dan jalur sepeda.

Jalan Sudirman - Thamrin merupakan jalan protokol yang merupakan area perkantoran dan pusat bisnis. Di sepanjang jalan ini pada umumnya jalur sepeda dibuat menyatu dengan trotoar, hanya beberapa bagian saja dibuat menyatu dengan jalur kendaraan dengan penambahan warna hijau di sisi paling kiri jalan. Melihat contoh di negara maju, jalur sepeda menyatu dengan trotoar itu sering ditemui. Hanya saja ada pemisah antara jalur pedestrian, jalur sepeda, dan jalur kendaraan bermotor. Di Jakarta tidak ada pemisahan tersebut. Sangat sering terjadi, pejalan kaki yang berdiri atau berjalan di sepanjang jalur sepeda dan menghalangi pesepeda yang melintas.

Kembali ke kasus kecelakaan, berdasarkan berita dan tanda yang dibuat polisi di Tempat Kejadian Perkara (TKP), kecelakaan terjadi di tengah jalan kendaraan bermotor. Hal ini mengindikasi bahwa pesepeda menggunakan jalur kendaraan bermotor di lajur tengah atau jalur kanan. Apesnya, mereka ditabrak dari belakang oleh mobil. Mobil jelas salah karena tidak berhati-hati, namun apakah dengan begitu pesepeda sudah benar dalam menggunakan fasilitas jalan?

Berdasarkan hasil diskusi dengan netizen pesepeda di instagram, pesepeda sport seperti korban yang tertabrak, merasa tidak difasilitasi oleh pemerintah. Sepeda mereka tidak cocok menggunakan jalur sepeda di trotoar sehingga terpaksa menggunakan jalur aspal. Netizen tersebut membela diri, jika dia bergorombol di jalan raya pasti minta pengawalan. Namun, tidak semua pesepeda berpikiran seperti netizen tersebut, contohnya yang tertabrak. 

Apakah permintaan pesepeda sport untuk difasilitasi itu benar? Jawaban ini tergantung dari Pemda DKI Jakarta sebagai otoritas penyedia pelayanan umum di wilayah DKI Jakarta. Seyogyanya, kita perlu memahami bahwa jalur sepeda yang ada di sepanjang Jalan Sudirman - Thamrin adalah untuk memfasilitasi pesepeda yang bike to work. Otomatis itu sangat tidak cocok bagi pesepeda sport. Bukan berarti ketidakcocokan tersebut membuat seenaknya pesepeda sport menggunakan jalur kendaraan bermotor. Para pesepeda sport bisa menggunakan kawasan GBK yang tidak ramai kendaraan bermotor, menyewa area khusus (saya yakin mereka mampu karena harga sepedanya saja mahal sekali), bersepeda saat car free day, atau melakukan pengawalan khusus. Tekanlah arogansi dan egoisme itu demi kenyamanan bersama dan meminimalisir potensi kecelakaan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kekhawatiran Komunikasi

Sehubungan aku lagi membaca buku berjudul  Intercultural Communication , jadi terpikir untuk membahas sedikit tentang komunikasi. Lebih tepa...